BISNIS PAYTREN YUSUF MANSUR

Unknown | Kamis, 19 Januari 2017,14.52 |
BISNIS MUDAH, HANYA SATU GENGGAMAN SELURUH KEBUTUHAN TERSELESAIKAN KEUNTUNGAN MELIMPAH.
JALIN SILATURAHMI DENGAN BERBISNIS
KUNJUNGI WEB. http://www.paytrenktwt.com/pusatbisnis







BEASISWA BIDIKMISI 2017

Unknown | ,14.41 |
SILAHKAN KUNJUNGI
http://bidikmisi.belmawar.ristekdikti.go.id

contoh laporan buku

Unknown | Selasa, 13 September 2016,05.46 |


LAPORAN BUKU :

New Strategies for Reputation Management 
Gaining Control of Issues, Crises & Corporate Social Responsibility


Karya : Andrew Griffin
Penerbit :
Kogan Page Limited, London, UK.
Tahun 2008 ; Isi : i – viii dan 176 Halaman.
ISBN
978 0 7494 5007 6

BAB I
TENTANG BUKU
 Management : Gaining Control of Issues,Crises & Corporate Social Responsibility’  karya Andrew Griffin ini banyak digunakan sebagai rujukan oleh para pemerhati dan  penggiat komunikasi dan korporasi.  Secara skematis, isi atau kandungan buku yang berisi tujuh bab yang secara keseluruhan merepresentasi judul dan tujuan penulisannya, adalah sebagai berikut :
Reputation management today

§ Reputation terminology
§ Reputation evaluation
§ Aspects of managing reputation risk
§ Reputation management: some company caricatures

The corporation under fire

§ The world is freer and smaller
§ It is a world of fear
§ It is a world of information
§ Individuals are empowered
§ NGOs are empowered
§ Governments remain powerful, whilst corporate power is waning

Regaining the reputation initiative

§ Changing the corporate mindset
§ Putting reputation at the heart of the business
§ Redrawing the corporate stakeholder map and engagement plan

Social responsibility – your initiatives on your initiative

Turning the corner – the corporation on the couch

§ Notes from the psychologist’s couch
§ Follow change or make change?
§ Leading change in reputation management

§ What is CSR?
§ CSR is about business, but not controlled by business
§ CSR does not shield companies from reputation risk
§ CSR reports are a waste of time and trees
§ The concept of corporate citizenship is more helpful than CSR
§ Performance matters more

Crisis management – leadership in a tried and tested system

§ Crisis management – easy in theory
§ Crisis management is about substance, not spin
§ You’re not alone
§ Prepare your people as well as your process
§ Practice makes perfect
§ Leadership is the key differentiator
§ Crisis management – an action plan for change

Issues management – shaping the agenda

§ Issues management – difficult in theory
§ Categorizing and prioritizing issues
§ Issues management is as important as crisis management, but requires different skills and tools
§ Local issues can now have global consequences
§ Issues management is about agenda control
§ Global issues need (uncharacteristic) long-term thinking
 
Pada bagian awal diketengahkan makna dan berbagai aspek mendasar mengenai reputasi, perkembangan atau evolusi yang terjadi seputar reputasi berikut penegasan bahwa kini sudah saatnya organisasi melakukan evaluasi dirinya berdasarkan keseluruhan impresi atau pandangan dan penilain publik.  Reputasi merupakan salah satu kekayaan penting bagi suatu organisasi karena pengaruh yang bisa ditimbulkannya, namun sangat rentan mengingat setiap saat bisa berubah akibat perilaku atribusi perusahaan dan keterhubungan dengan lingkungan. Untuk menjaga agar tetap pada kondisi yang diinginkan, maka diperlukan upaya sistemik dan sistematis, yakni manajemen reputasi.
Pada pembahasan lanjut, diketengahkan pandangan bahwa organisasi kini tak bisa lagi menutup diri dan lebih beorientasi ke dalam saja; informasi menjadikan berkurangnya jarak dan dunia pun kian ‘sempit’. Semangat untuk memberdayakan diri harus dimilliki, melekat  dan senantiasa bergelora pada organisasi agar mampu bertahan atau menang dalam ketatnya kompetisi yang melibatkan berbagai kekuatan luar. Organisasi dituntut mengubah pandangan  (mindset) dan menempatkan reputasi sebagai jantung kehidupan usahanya  (the heart of business)
 Terkait manajemen reputasi, organisasi harus selalu memiliki kesiapan untuk berhadapan dengan terjadinya krisis, siaga dalam menangkal serta mengendalikannya melalui cara pengelolaan (manajamen krisis) yang baik.  Demikian pula dengan isu-isu manajemen yang setiap waktu muncul dalam kehidupan organisasi, sangat diperlukan kecakapan dalam mengagendakan tahapan, pengenalan, pemilahan serta penanganan yang proporsional prinsip- prinsip dalam pengelolaan krisis.  Pada bagian akhir, ditegaskan pentingnnya mengarahkan organisasi menjadi warga negara yang baik, bertanggung jawab dan berelasi dengan publik melalui program dan kegiatan yang bermanfaat, di antaranya adalah CSR (corporate social responsibility); serta mengarahkan insane organisasi berkemampuan  memimpin perubahan (leading change) dalam pengelolaan reputasi. 

BAB II
POKOK-POKOK PEMIKIRAN
New Strategies for Reputation Management 
Gaining Control of Issues, Crises & Corporate Social Responsibility

Dua dekade terakhir ini, menurut sebagian ahli,  kita memasuki apa yang digambarkan sebagai ‘revolusi reputasi’ (reputation revolution). Hampir semua organisasi, dari berbagai bentuk dan ukuran, dan di semua sektor/bidang usaha, secara intens membicarakannya dalam ‘bahasa’ yang relatif amat fasih.   Reputasi telah menjadi urusan penting. Banyak organisasi memposisikannya sebagai unsur penting dalam strategi menjalankan usaha, sehingga pemosisian secara fungsional maupun struktural pun berada di level atas.
 Pada perusahaan multinasional dan organisasi-organisasi besar di negara maju, konsep manajemen reputasi telah merambah, ke luar dari batas-batas kelaziman yang menempatkannya di unit kerja atau departemen komunikasi. Kini dengan mudah kita dapat menemukan istilah/terminologi seperti proteksi atau perlindungan reputasi (reputation protection), manajemen resiko reputasi (reputation risk management), dan strategi reputasi (reputation strategy) di tingkat paling  atas dalam rencana strategis perusahaan. Beberapa organisasi bahkan telah untuk memasukkan reputasi  dalam titel posisi/jabatan seorang eksekutif senior, misalnya  Dow telah memiliki Wakil Presiden Direktur di Bidang Komunikasi dan Reputasi (VP of Communications and Reputation) dan GSK dengan Wakil Presiden Direktur di Bidang Citra dan Reputasi Perusahaan      (VP of Corporate Image and Reputation). 

Pentingnya reputasi, antara lain ditunjukkan salah satu hasil survey suatu lembaga riset terpercaya yang merekam 72,1% CEO perusahaan terkemuka dunia, sangat menaruh perhatian dan khawatir akan ancaman reputasi terhadap perusahaan, yang karena itu secara ‘concern’ menekankan pentingnya penerapan manajemen reputasi.
1.         Manajemen Reputasi

Reputasi dapat difahami sebagai keseluruhan kualitas dan karakter yang terlihat atau dinilai oleh orang lain;  ketenaran atau kemasyhuran; atau sebagaimana digambarkan lebih lanjut dalam  The Penguin English Dictionary, adalah pengakuan oleh orang lain atas beberapa karakteristik atau kemampuan. Pengertian ini sangat jelas dan sederhana, namun tatkala diterapkan ke dalam reputasi perusahaan, menjadi sangat rumit, sebagaimana digambarkan banyak pakar bahwa reputasi adalah representasi persepsi dari tindakan masa lalu perusahaan dan prospek masa depan yang menggambarkan perusahaan secara keseluruhan menarik bagi semua konstituen utamanya bila dibandingkan dengan saingan terkemuka lainnya.
 Reputasi yang kini popular dalam pandangan para  pemangku kepentingan perusahaan (stakeholderview of the firm), adalah cara pandang suatu organisasi atau perusahaan yang menekankan bahwa untuk mendapatkan lisensi jangka panjang dalam beroperasi, dan keberhasilan, bergantung pada interaksinya dengan jaringan luas para pemangku kepentingan.  Dalam hal ini dapat pula dinyatakan bahwa reputasi perusahaan pada dasarnya adalah kinerja mereka dalam kaitannya dengan kemampuan mengakomodasi berbagai pendekatan yang dipilih para pemangku kepentingan, interaksi untuk saling melengkapi keinginan, dan upaya mencapai situasi yang telah digambarkan sesuai rancangan para pemangku kepentingan.
  Manajemen reputasi (reputation management) pun didefinisikan dalam banyak versi. Salah satu di antaranya, dikemukakan Michael Morley, sebagai inisiatif orkestrasi hubungan masyarakat (public relations) yang memiliki ciri atau karakteristik khas dan dirancang untuk mempromosikan atau melindungi merek yang paling penting untuk  dan atau telah memiliki, yaitu  reputasi perusahaan.
Terdapat tiga komponen utama dalam manajemen reputasi yang masing-masing bisa dipilah dan dikelola secara berbeda, namun harus dipertimbangkan  sebagai satu kepentingan/kebutuhan manajemen, yaitu reputasi perusahaan.  Ketiga komponen dimaksud adalah : pengelolaan krisis (crisis management), pengelolaan berbagai isu (issues management), dan tanggung jawab sosial (social responsibility). Bagaimana suatu organisasi/perusahaan melakukan mengupayakan tiga hal tersebut,  itulah yang akan menentukan tingkat keberhasilan dalam membangun atau mewujudkan reputasi dirinya.

Terkait dengan itu, dikenali adanya beberapa karakter dan gambaran tentang perusahaan, yang dapat digunakan sebagai rujukan dalam menandai dan menilai suatu organisasi/perusahaan, yaitu sebagai berikut :

§   Crisis obsessed, but otherwise unprepared
Menghawatirkan krisis, namun tidak melakukan persiapan yang cukup untuk menghadapinya.  Memahami apa yang harus dipersiapkan secara fisik dan telah berusaha mengimplementasikan, namun tidak mengalami perkembangan karena tidak melakukan persiapan yang memadai.
 §   Reputation by systems
Membangun reputasi dengan sistem yang dirancang sedemikian rupa, dan perusahaan pun menginvestasikan sejumlah besar waktu dan biaya untuk itu, untuk mencegah terjadinya kemungkinan timbulnya reputasi buruk. Berbagai proses yang amat kompleks dibuat, dan diyakini apabila dilaksanakan dengan baik, maka reputasi akan terjaga dari barbagai kemungikinan resiko. Sayangnya, sistem sering direkayasa terlalu berlebih untuk tak bisa ditembus. Maka jika terjadi sesuatu yang diluar dugaan, semua orang menghabiskan begitu banyak waktu konsultasi sistem, menata aturan tentang apa yang boleh dan tidak (dos and don'ts),   petunjuk dan tips, bimbingan, daftar dan protokol yang, pada saat mereka telah memutuskan yang bertanggung jawab dan tindakan apa yang harus diambil. Dalam organisasi ini, waktu lebih banyak digunakan mengelola sistem daripada mengelola risiko, dan sistem menjadi sangat rigid yang harus diutamakan daripada hal lain yang memungkinkan terpenuhinya penerapan manajemen risiko reputasi yang baik.

§   Great culture, bad structure
Organisasi  menjadi 'tempat yang bagus untuk bekerja',  di mana sesama anggota atau pekerja merasa diberdayakan dan dihargai. Nilai reputasi benar-benar terasa berada di jantung perusahaan, dan semua orang merasa sakit ketika sesuatu berjalan salah. Beberapa masalah dikelola secara sensitif dan efektif,  tetapi ada hal  lain yang tidak ditangani dengan cara yang komprehensif sebagaimana diperlukan.  Penolakan dapat menyelinap masuk, dan beberapa mungkin menjauhkan diri dari masalah dan menyerahlannya pada orang lain; dan, ketika sesuatu yang sangat tidak beres terjadi, hirarki dan disiplin untuk memperbaikinya tak bekerja dengan baik.. Hal ini biasanya ditemukan di perusahaan yang relatif muda dan masih menganggap asset berharga hanyalah orang dan merk.

§   Overconfident
Terlalu percaya diri dengan keyakinan bahwa tidak ada masalah, dan kalau pun terjadi kekacauan maka sudah ada orang-orang cakap yang menanganinya.  Sikap ini ditemukan di antara perusahaan yang lebih kecil, yang didirikan oleh pengusaha, yang tampaknya tidak berlangsung lama. Tidak ada sistem, tidak ada pelatihan, dan. tidak memiliki banyak gagasan.

§    Reputation evangelists
Sering ditemukan pada industri besar dan kaya tetapi kontroversial, di mana perusahaan menaruh segala aspek dan perhatiannya untuk kepentingan manajemen reputasi, kadang berlebihan sehingga mereka kehilangan naluri yang membuat mereka begitu sukses di tempat pertama. Perusahaan ini dibentuk dengan mengandalkan orang-orang komunikasi yang berpengalaman kerja untuk badan amal dan pelestarian lingkungan, atau kelompok pelobi hak asasi manusia, dan mereka ingin bekerja pada perusahaan yang berkehendak mengurusi perang dan mengentaskan kelaparan. Manajemen lebih mengedepankan permohonan maklum bila para pemangku kepentingan melihat kinerjanya tidak terlalu baik. Ini hanya mendorong lebih banyak orang untuk mengkritik perusahaan, serta  lebih menjadikan reputasi yang tidak tepat bahkan merusak reputasi.
2.        Organisasi dalam Tekanan Semangat Mengelola Reputasi
Organisasi, apa pun bentuknya, dewasa ini dalam tekanan atau tuntutan untuk membangun semangat mengelola reputasi.  Ada enam hal yang menjadi penyebab sekaligus merupakan karakter dominan, yang seluruhnya dalam konteks eksternal, yaitu :
§  The world is freer and smaller. Dunia kini lebih bebas atau terbuka dan kian kecil. Perkembangan teknologi informasi  dan aksesibilitas, serta keterjangkauan perjalanan internasional,  berkembang pesat.

§  It is a world of fear. Kini dunia kian menakutkan. Rasa takut adalah bagian penting yang bersifat mendasar yang dihadapi perusahaan saat ini. Hanya sedikit yang perlu dikhawatirkan dalam kehidupan langsung, namun banyak waktu yang harus dihabiskan untuk kekhawatiran akan resiko teoretis atau hal-hal yang belum menentu.

§  It is a world of information. Kini adalah dunia informasi.  Kemunculan internet dan adanya  kecenderungan  publik lebih bebas mendapatkan informasi dari pemerintah, merupakan suatu keadaan yang menuntut perubahan sikap organisasi/perusahaan. Segalanya mudah diketahui, tak lagi bisa menutup diri. Media dalam katan ini, juga berkemampuan untuk mendekontruksi informasi yang harus dikelola.
§  Individuals are empowered. Individu kini telah diberdayakan. Faktanya, ada sebagian individu yang  memiliki kepandaian yang digunakan bersama pihak lain (terutama LSM dan media), berkiprah menentang rencana perusahaan, kebijakan dan eksistensinya.

§  NGOs are empowered. LSM kini amat berdaya. Mereka memiliki kapabilitas untuk menjadi mitra yang positip dan menguntung. Sebagian dari masalah dengan LSM adalah komunikasi yang seringkali  menggunakan bahasa yang salah, karenanya gagasan bermitra dengan LSM dapat membuat beberapa kelompok pebisnis terbelenggu rasa takut, sebagaimana gambaran dalam pikiran mereka bahwa mengenai LSM di di sisi yang mengkhawatirkan.

§   Governments remain powerful, whilst corporate power is waning. Pemerintah tetap kuat, kekuasaan perusahaan sementara berkurang.
Kendati LSM bertumbuh dalam jumlah dan kekuatannya, tetap saja pemerintah adalah pusat  kekuatan nyata. Anggapan konvensional yang mengira bahwa kekuasaan pemerintah menyusut di era globalisasi, terlalu berlebihan. Kalangan bisnis, LSM dan individu dapat melobi dengan cara efektif melalui media,, namun pemerintah masih tetap yang memiliki kewenangan memutuskan.
Dunia di kemudian hari nanti (tomorrow’s world),  bagi perusahaan adalah suatu keadaan di mana akan terjadi benturan reputasional. Risiko lama masih ada , tetapi harus ditambah pula risiko baru . Maka, tak ada jalan lain bagi perusahaan kini, selain mempersiapkan diri dari resiko yang dapat mempengaruhi reputasi, sebagai berikut :
§   Krisis mempengaruhi perusahaan.
§   Krisis yang berdampak terhadap satu sector atau kelompok yang lebih luas
§   Isu atau permasalahan sosial  yang bersifat global.
§   Perusahaan atau kinerja yang terkait masalah - kualitas produk , pasokanl
rantai dan isu-isu tata kelola perusahaan , misalnya.
§   Isu lokal dengan kemungkinan konsekuensi yang lebih luas –
§   Serangan terhadap perusahaan dan keberadaannya.

            Demikian itu adalah konteks eksternal yang mendasari tekanan/tuntutan suatu organisasi mencanangkan semangat dalam mengelola reputasi dirinya. Mengubah realitas eksternal berarti bahwa organiasasi/perusagaan tidak lagi harus berada di tengah-tengah krisis atau bahkan mengelola masalah yang berkembang untuk menghadapi ancaman reputasi. Keseimbangan kekuasaan antara pemain yang bersaing yang berbeda kini telah berubah, dengan lebih memperhatikan permintaan atau tuntutan pelanggan dan individu atau kelompok yang telah diberdayakan. Jadi, tidak mengherankan jika perusahaan begitu sering tak menampakan diri atau berada di belakang, mereka kadang-kadang merasa tidak dicintai, dan tidak mengherankan pula jika mereka kemudian menentukan pencanangan manajemen reputasi secara serius.
3.      Insiatif Menguatkan Kembali Reputasi

Ada tiga hal yang dapat dikatakan sebagai pilar dalam menguatkan kembali (regaining) reputasi, yaitu : (a) mengubah pola pikir perusahaan (changing the corporate mindset); (b) menempatkan reputasi  di jantung bisnis perusahaan (putting reputation at the heart of the business); dan (c) menggambarkan ulang  peta keterlibatan para pemangkku kepentingan perusahaan (redrawing the corporate stakeholder engagement map).


a.      Changing the corporate mindset
 Dunia usaha seringkali digambarkan sebagai kapitalis yang menghalalkan segala cara  untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.  Hal inilah yang sangat dikhawatirkan para pemangku kepentingan.  Ada sebuah kenyataan yang memang seringkali mengesankan bahwa kita menikmati kekayaan  atau kesejahteraan sementara terjadi kemiskinan dan ketidaksetaraan.   Oleh karena itu kita perlu mengubah cara , menunjukkan adanya kamauan untuk belajar dan terlibat dalam mengatasi kekhawatiran tersebut.   Namun demikian, dengan kerendahhatian dalam mengahadapi isu-isu yang berkembang  serta selalu siap menghadapi krisis besar dalam organisasi kita, tujuan utama kita adalah melindungi diri dari ancaman terburuk terhadap reputasi perusahaan.
 Perubahan pola pikir  yang disarankan kepada para manajer eksekutif  perusahaan,  secara ringkas tertuang dalam 10 tips sebagai berikut :
§   Jika yakin, katakanlah itu sejujurnya (if you believe it, say it ).
§   Temukan kembali keberanian perusahaan (rediscover corporate courage).  Jangan menghindar dari pertentangan isu-isu penting , terutama ketika agenda satu pemain utama terpisah jauh . Jika tidak dapat bergabung dengan mereka, kalahkan mereka.
§   Kedepankan sikap positif  (Accentuate the positives).  Rasakan dan ekspresikan keberanian (tidak malu)  menyampaikan keberhasilan dan prestasi perusahaan. Perlu diingat , dengan laba membayar dana pensiun , dengan pajak membayar untuk layana,  dan dengan keberhasilan perusahaan menciptakan pekerjaan dan kekayaan .
§   Jangan menerima disalahkan atas isu-isu sosial global (don’t accept the blame for global societal issues). Kemiskinan bukan kesalahan usaha; segala penyakit, dan terrorisme bukanlah kesalahan bisnis.
§   Bersikaplah positif tentang masa depan (be positive about the future). Dunia memiliki masalah  dan akan selalu begitu, namun bisnis telah berlangsung dalam kondisi demikian, dan akan tetap melaju terus
§   Pandanglah reputasi sebagai peristiwa atau game jangka panjang  (see reputation as a long-term game).  Berpikir jangka pendek  sebagaimana dilakukan semua pemain industri global, harus dipatahkan. Jika dapat mengorbankan keuntungan jangka pendek untuk membuat perbedaan reputasi jangka panjang, seyogyanya beranilah untuk segera dilakukan.
§   Jadilah seorang ‘realis reputasi[ (be a ‘reputation realist’). Terimalah bahwa sebagian berlawanan dengan kita,  namun ini bukan hal yang buruk . Jika kita berharap selalu dapat menerima dan diterima semua orang , ada kemungkinan kita tidak tulus kepada sebagian dari mereka.
§   Dapatkan kembali isu-isu kunci ke wilayah kita Anda (get key issues back on to your territory). Jika orang lain mengontrol agenda, kita akan selalu berada dalam posisi 'merespon dan membela' (‘respond and defend’ mode).
§   Jangan bicara reputasi, namun 'lakukan' reputasi (don’t talk reputation, ‘do’ reputation). Reputasi menjadi sesuatu yang tak bermakna, kecuali dilakukan dan menjadi kepentingan perusahaan secara menyeluruh.  
§   Selalu bersiap, dan tidak sombong (Be prepared, not arrogant). Percaya diri dan ketegasan diperlukan dalam perdebatan publik terkait manangani krisis, namun perlu diingat kesombongan akan melahirkan reputasi yang buruk.
b.      Putting reputation at the heart of the business

        Reputasi  dalam sepak terjang bisnis seringkali dipandang sebagai sesuatu yang tidak jelas, orang lebih merespon hal-hal yang terlihat (tangible)  dan emosi positif daripada melakukan sesuatu yang digerakkan dugaan negatif.  Oleh kerana itu banyak dipertanyakan bagaimana mungkin diletakkan di jantung bisnis suatu perusahaan.  Dalam hal ini, reputasi harus dilihat sebagai sesuatu yang layak untuk dimiliki dan dibangun, bukan sekedar permainan kalah menang dalam persaingan.


c.      Redrawing the corporate stakeholder engagement map
Perubahan pola pikir perusahaan yang krusial dalam kaitannya dengan  upaya memperkuat/mendapatkan kembali reputasi adalah menggambarkan ulang peta keterlibatan pera pemangku kepentingan. Jika keterlibatan dimaksud adalah mendorong perusahaan untuk 'berbicara dan mendengarkan orang-orang yang peduli kepada kami dan bisnis kami', maka sangat masuk akal untuk mengkategorikan dalam peta. Terdapat pemahaman untuk saling terkait dan memahami kepentingan yang berimbang antara perusahaan dengan para pemangku kepentingan. Namun demikian, pada kenyataannya seringkali  hal ini memunculkan model yang kurang sempurna atau memiliki cacat untuk benar-benar memahami dan berurusan dengan khalayak organiasi.
            Mapan dalam menangani isu atau masalah besar,  maju dalam bisnis, dan mampu menggalakan inisiatif untuk mendapatkan atau mengutakan reputasi perusahaan,  bukanlah sesuatu yang bisa dilakukan secara terpisah dari aktivitas sehari-hari dalam pengeloaan  isu dan krisis. Mengubah pola pikir perusahaan, menempatkan reputasi ke jantung organisasi dan menggambar ulang keterlibatan para pemangku kepentingan, merupakan tiga utama dalam merebut/memperkuat kembali reputasi perusahaan.
4.    Manajemen Krisis (Crisis Management)

Lingkungan eksternal yang selalu berubah dan bergerak dinamis berpotensi menjadi krisis, dan sangat mempengaruhi pengelolaan krisis dalam perusahaan.  Kepemimpinan dan kompetensi sangat dibutuhkan untuk melengkapi atau menyempurnakan penanganan, bukan sekedar mengganti  prosedur dan sistem yang lazimnya terjadi tatkala menghadapi perubahan dramatis.   Krisis berbeda dengan isu, dan dapat diartikan sebagai resiko akut terhadap reputasi. Krisis terjadi secara tiba-tiba, menyebabkan pengawasan intens dan menempatkan organisasi dalam sorotan untuk segala hal yang  salah.   

Menghadapi keadaan demikian, beberapa hal penting yang perlu diperhatikan antara lain : manajemen krisis adalah tentang substansi, bukan tindakan sekelebat; kita tidak sendirian; selalu menyiapkan tim yang sesuai untuk menjalankan proses; bertindak penuh perhitungan; dan, kepemimpinan merupakan pembeda utama.  Selanjutnya, berikut ini 10 rekomendasi untuk praktek terbaik dalam pengelolaan krisis :

§  Mempersiapkan para pemimpin  (prepare your leaders), untuk menghadapi berbagai gejolak yang terjadi.
§  Menyederhanakan manual krisis (simplify the crisis manua )
§  Memahami kekuatan dan keterbatasan (understand powers and limitations)
§  Fokus pada kompetensi (focus on competence)
§  Perhatikan tim dinamis (watch the team dynamic), untuk memastikan segala proses dalam menyikapi berbagai gejolak  yang terjadi berjalan baik.
§  Komunikasikan segera dan sesering mungkin (communicate early and often)
§  Jangan lupa orang-orang kita sendiri (don’t forget your own people)
§  Miliki krisis oleh semua  (own the crisis all), tidak hanya sebagain orang atau pihak yang harus berperan dan bertindak.
§  Bertindak (practise, practise), kesiagaan harus dibuktikan dengan langkah.
§  Tunjukkan, jangan hanya bicara (show, don’t tell). Tidak hanya menjelaskan apa yang menjadi perhatian kita, namun perlihatkan dengan jelas.
5.      Manajemen Isu (Issues Management)

Pengelolaan berbagai isu (issues management) merupakan bidang yang berhubungan erat dengan manajemen krisis (crisis management),  sebagian ahli  bahkan sudah sejak lama mengibaratkan ‘kakak-beradik’.    Organisasi pada semua bentuk dan ukuran berusaha untuk bisa menghadapi dan menyelesaikan masalah-masalah atau isu aktual dan potensial,  dari pemanassan global hingga ke restrukturisasi lokal, dari etika rantai pasokan hingga kualitas produk.  Setiap organisasi mengelola resiko yang dihadapi saat ini dan mendatang  untuk dan sebagai bagian dari perjuangan untuk mendapatkan reputasi. 

Dalam isu terdapat pengategorian (categorization) yang digunakan sebagai dasar pemrioritasan (prioritization). Isu dapat dibedakan dalam 3 kategori, yaitu :
§   Isu-isu perusahaan (corporate issues), yaitu isu yang timbul dan terkait dengan proses yang dilakukan perusahaan dalam pengolahan produk dan jasa, mencakup: isu tata kelola perusahaan, masalah kualitas produk , nilai , kinerja dan sebagainya.
§   Isu global (global issues), yakni permasalahan besar yang terjadi saat ini dalam cakupan luas, tidak hanya meyangkut hal-hal spesifik dalam lingkung indovidu dan petusahaan, misalnya saja : etika dalam sourcing , isu-isu lingkungan, kesehatan dan obesitas, dan sebagainya.
§   Isu-isu lokal (local issues), yaitu permasalahan di tingkat mereka yang secara langusng gerkena dampak dari keberadaan organisasi/perusahaan, misalnya redudansi lokasl, kontaminasi situ, perencanaan perluasan pabrik.

Prioritas penanganan isu didasakan pada tingkat resiko yang ditimbulkan dari masing-masing kategori tersebut. Selanjutya perlu ditekankan bahwa manajeman isu sama penting dan jenisnya dengan manajemen krisis, hanya berbeda dalam persyaratan keahlian dan perangkat yang digunakan; manajemen isu adalah kendali agenda permasalahan; isu lokal kini bisa berkonsekuensi global; dan isu global yang secara umum tak sepenuhnya berkarakter perlu pemikiran panjang dalam identifikasi dan penanganannya.

6.      Tanggung Jawab Sosial (Social responsibility)

Perwujudan tanggung jawab sosial dari satu organisasi/perusahaan kepada masyarakat di lingkungan sekitar atau di mana mereka beroperasi, dikenali dalam terminologi yang kini popular, yaitu CSR (corporate social responsibility).  CSR adalah konsep di mana perusahaan  mengintegrasikan kepedulian sosial dan lingkungan dalam operasi bisnis mereka, serta interaksi dengan para pemangku kepentingan, yang dilakukan secara secara sukarela.   Penekanan CSR  dalam banyak pemahaman adalah  sifat sukarela dan terintegrasinya  masalah sosial dan lingkungan dengan operasi bisnis dalam keadan normal. CSR pun umumnya dikaitkan dengan konsep keberlanjutan yang menekankan bahwa bisnis yang bertahan dan berkembang atau berkelanjutan adalah mereka yang selain mempertimbangkan kebutuhan sosial dan lingkungan, selain mempertimbangkan aspek finansial.

Selanjutnya ditegaskan bahwa meskipun CSR selalu terkait dengan bisnis, namun tidak serta-merta dikendalikan/dikontrol oleh bisnis.  Selain itu, juga perlu sepenuhnya disadari bahwa CSR tidak melindungi perusahaan dari resiko reputas, dan hanya sebagai perangkat yang berdaya bantu terhadap  upaya membangun citra, dan yang terpenting tetap saja kinerja perusahaan. 

Terkait dengan CSR, yang justru sangat dan lebih penting dikedepankan untuk diterapkan oleh perusahaan adalah konsep ‘corporate citizenship’. Beberapa rekomendasi untuk itu, di antaranya : Hindarkan bahasa CSR yang berkonotasi negatif, yaitu menawarkan pemberian; Jalankan bisnis dengan baik dan bersih; Mengubah perdebatan soal tanggung jawab dari enak dilakukan menjadi baik dilakukan; Berfokus pada kinerja, karena inilah yang diharapkan masyarakat pelangggan; Meyakinkan perusahaan sebagai warga Negara yang baik dan bertanggung jawab melalui tindakan nyata yang sesuai kebutuhan semua pelanggan dan para pemangku kepentingan.
7.      Memimpin Perubahan dalam Manajemen Reputasi

Semua organisasi/ perusahaan memiliki kepribadian tertentu yang berbeda satu dengan lainnya.  Dalam kaitannya dengan manajemen reputasi yang mensyaratkan keharusan memimpin perubahan, maka perusahaan pun dituntut lebih berani, tegas dan lebih percaya diri.  Lebih lanjut mengenai memimpin perubahan tersebut, perusahaan harus :
§  Benar-benar memahami makna dan nilai reputasi, serta memastikan pula cara positif  untuk mencapainya dapat diresapi/diterapkan dalam aktvitas perusahaan (bukan sekedar formal di ruang rapat) oleh seluruh jajaran.
§  Memahami mengapa sikap memusuhi perusahaan kian tinggi, dan menilai risiko baru yang timbul, dan tidak membiarkan hal-hal negatif berkembang.
§  Mengubah pola pikir perusahaan, untuk lebih berani dalam menyatakan, sebagai yang terbaik, sepanjang sesuai; merayakan keberhasilan dan capaian prestasi, merupakan kekuatan perusahaan.  
§  Mengubah cara pandang, pemrioritasan dan perlakuan para para pemangku kepentingan; serta selalu bersiap untuk mempertahankan reputasi dari risiko akut (krisis),  tetapi memastikan bahwa kriss terjadi sekarang bukan yang lalu;  mengadopsi pendekatan proaktif dalam mengelola risiko dan krisis,  serta mengendalikan agenda dan menjadi tegas jika diperlukan.
§  Memikirkan kembali konsep dan praktik tanggung jawab sosial perusahaan, bergerak menjauh dari premis negatif, dan menekankan pada yang lebih positif untuk menjadi bisnis yang baik dan warga korporasi yang baik.

Perusahaan telah lama menjadi kekuatan pendorong bagi kemajuan dan pembangunan di berbagai negara di dunia. Namun seiring berbagai perubahan dan situasi dinamis di hamir semua bidang kehidupan, ditimpali pula  iklim kompetisi yang amat ketat belakangan ini, mereka kehilangan peran kepemimpinan, bahkan seringkali dipandang dengan kecurigaan serta ketidakpercayaan. Perusahaan dharuskan mengambil langkah positif untuk dalam mengelola perubahan tersebut melalui kepemimpinan yang memadai untuk menggalang citra dan reputasi yang baik dan selarasa tuntutan jaman.
BAB III
RELEVANSINYA DENGAN DUNIA PENDIDIKAN



Reputasi dewasa ini telah menjadi bagian penting bagi kehidupan organisasi, baik yang berorientasi laba maupun nirlaba, untuk melanggengkan keberadaannya atau untuk dapat maju berkembang selaras jaman. Demikian pula dalam dunia pendidikan. Lembaga penyelenggaranya, terlebih yang swakelola, dituntut untuk membangun dan memeliharanya dengan baik mengingat reputasi menjadi salah satu aspek yang dipertimbangkan para pengguna atau pemangku kepentingan secara umum. 

Lembaga pendidikan yang dituntut menjalankan manajemen reputasi, segera dan dapat dikatakan bersifat mutlak adalah perguruan tinggi swasta.  mau tak mau harus dicanangkan penerpapannya di lembaga pendidikan. Perguruan tinggi swasta (PTS) dihadapkan pada tantangan untuk selalu mampu memenuhi setidaknya dua kebutuhan esensial dalam pengelolaan kelembagaannya. Pertama, sebagai lembaga yang keberadaannya merupakan elemen penting dari sistem pendidikan nasional, dituntut mampu menjalankan fungsi dan pencapaian tujuan sebagaimana diamanatkan undang-undang, peraturan pemerintah, dan berbagai regulasi lain yang berkekuatan hukum. Kedua, sebagai lembaga penyelenggara pendidikan swakelola masyarakat,  PTS adalah bagian dari dunia usaha yang harus mampu menjalankan fungsi bisnis secara professional, berdaya saing, sehat dan bertanggung jawab,  dengan tetap mengedepankan fungsi  dan  tujuan  tersebut.

Dalam Undang-Undang RI No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, pada Pasal 4 dinyatakan secara tegas bahwa fungsi pendidikan tinggi adalah untuk : (a) mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam  rangka  mencerdaskan kehidupan  bangsa; (b) mengembangkan sivitas akademika yang inovatif, responsif, kreatif, terampil, berdaya saing,  dan kooperatif melalui pelaksanaan Tridharma; dan (c) mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dengan memperhatikan dan menerapkan nilai Humaniora. Pada pasal 5 dinyatakan tujuan pendidikan tinggi antara lain untuk terwujudnya pengabdian kepada masyarakat berbasis penalaran dan karya penelitian yang bermanfaat dalam memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Keberhasilan menjalankan fungsi dan pencapaian tujuan tersebut, dalam skala atau tingkat perolehan yang proporsional dengan kapasitas kemampuannya, menunjukkan besarnya kontribusi PTS terhadap sistem pendidikan nasional.  Besarnya kontribusi ini merupakan salah satu penopang utama PTS dalam menjalankan segala upayanya sebagai institusi bisnis di tengah masyarakat yang adalah pasar baginya. Semakin besar nilai kontribusi yang diberikan, dan mendapat pengakuan publik secara umum, maka kian besar peluang untuk sukses meraih pasar, dalam pengertian besarnya keterlibatan anggota masyarakat menjadi peserta program pendidikan dan pemangku kepentingan. 

Pada sisi PTS sebagai institusi bisnis, tak pelak lagi adanya keharusan untuk mampu secara efektif dan efisien mengelola semua sumber daya yang ada. Pengelolaan ini sepenuhnya berorientasi pada tumbuhnya kepercayaan masyarakat yang dibuktikan setidaknya dengan dua bentuk pengakuan, yakni : merasakan kehadiran lembaga sebagai sesuatu yang berarti dan penting bagi mereka; banyak dan selalu meningkatnya peserta dari program pendidikan yang diselenggarakan.  Pada dasarnya PTS hanya bisa hidup dan berkembang dengan baik dalam keadaan yang ditentukan oleh keberhasilannya di sektor ini.
Maju-mundur dan hidup-matinya PTS sangat ditentukan oleh reputasi yang yang dibangun di atas kemampuannya menjalankan fungsi dan pencapaian tujuan di atas, serta banyaknya anggota masyarakat yang menjadi pemangku kepentingan atau setidaknya menjadi peserta program pendidikan.
BAB IV
SIMPULAN & SARAN


a.      Simpulan

Reputasi pada dasarnya adalah nama baik yang diberikan pihak eksternal maupun internal organisasi berdasarkan penilaian tertentu.  Dalam pemahaman lebih lanjut reputasi dapat dimaknai sebagai keseluruhan kualitas dan karakter yang terlihat atau dinilai oleh orang lain;  ketenaran atau kemasyhuran; atau pengakuan oleh orang lain atas beberapa karakteristik atau kemampuan. Sedangkan manajemen reputasi dalam penggambaran sederhana adalah inisiatif orkestrasi hubungan masyarakat (public relations) yang memiliki ciri atau karakteristik khas dan dirancang untuk mempromosikan atau melindungi merek yang paling penting untuk  atau telah dimiliki, yaitu  reputasi perusahaan.

Terdapat tiga komponen utama dalam manajemen reputasi yang masing-masing bisa dipilah dan dikelola secara berbeda, namun harus dipertimbangkan  sebagai satu kepentingan/kebutuhan manajemen, yaitu : pengelolaan krisis (crisis management), pengelolaan berbagai isu (issues management), dan tanggung jawab sosial (social responsibility). Bagaimana suatu organisasi melakukan mengupayakan tiga hal tersebut,  itulah yang akan menentukan tingkat keberhasilan dalam membangun atau mewujudkan reputasi dirinya.

Ada tiga hal yang dapat dikatakan sebagai pilar dalam menguatkan kembali (regaining) reputasi, yaitu : (a) mengubah pola pikir perusahaan (changing the corporate mindset); (b) menempatkan reputasi  di jantung bisnis perusahaan (putting reputation at the heart of the business); dan (c) menggambarkan ulang  peta keterlibatan para pemangkku kepentingan perusahaan (redrawing the corporate stakeholder engagement map).
Reputasi dewasa ini telah menjadi bagian penting bagi kehidupan organisasi, baik yang berorientasi laba maupun nirlaba, untuk melanggengkan keberadaannya atau untuk dapat maju berkembang selaras jaman. Demikian pula dalam dunia pendidikan. Lembaga pendidikan yang dituntut menjalankan manajemen reputasi, segera dan dapat dikatakan bersifat mutlak adalah perguruan tinggi swasta. 

Perguruan tinggi swasta (PTS) dihadapkan pada tantangan untuk selalu mampu memenuhi setidaknya dua kebutuhan esensial dalam pengelolaan kelembagaannya. Pertama, sebagai lembaga yang keberadaannya merupakan elemen penting dari sistem pendidikan nasional, dituntut mampu menjalankan fungsi dan pencapaian tujuan sebagaimana diamanatkan undang-undang, peraturan pemerintah, dan berbagai regulasi lain yang berkekuatan hukum. Kedua, sebagai lembaga penyelenggara pendidikan swakelola masyarakat,  PTS adalah bagian dari dunia usaha yang harus mampu menjalankan fungsi bisnis secara professional, berdaya saing, sehat dan bertanggung jawab,  dengan tetap mengedepankan fungsi  dan  tujuan  tersebut. Dalam kaitan ini, manajemen reputasi menjadi sangat relevan untuk diterapkan.


b.      Saran

 Berdasarkan hasil survey “Corporate Reputation Watch 2012”, pengalaman 100 perusahaan terkemuka di dunia, ditemukan adanya lima faktor yang mempengaruhi reputasi, yaitu : keberadaan (being), tindakan (doing), komunikasi (communicating), mendengarkan (listening), dan melihat (seeing). Berpijak pada temuan ini, maka laik untuk disaran kepada lembaga pendidikan tinggi, bahwa dalam pengelolaan reputasi seyogyanya  mengedepankan lima hal tersebut secara proporsional, yang diwujudkan dalam proses belajar-mengjarar atau aplikasi kurikulum secara keseluruhan, serta komunikasi organisasional yang terpimpin dengan baik.

REFERENSI
 Griffin, Andrew,.  2008. New Strategies for Reputation Management  Gaining Control of Issues, Crises & Corporate Social Responsibility. London, UK :
Kogan Page Limited