Metodologi Pembelajaran Bahasa

Unknown | Sabtu, 18 Oktober 2014,05.36 |

GAYA DAN STRATEGI PEMBELAJARAN BAHASA
1. Gaya Pembelajaran
Cara belajar seseorang dari hal-hal secara umum dan cara mengatasi sebuah masalah tergantung pada hubungan yang agak samar-samar antara kepribadian dan kognisi, hubungan ini disebut gaya kognitif. Gaya pembelajaran merupakan hubungan antara gaya-gaya kognitif dengan konteks pendidikan, dan faktor afektif faktor fisiologis terjalin.   Menurut  Keefe (dalam Brown, 2007: 114) gaya pembelajaran dianggap sebagai sifat-sifat kognitif, afektif dan fisiologis yang merupakan indikator tentang bagaimana pembelajar mengindera, berinteraksi dengan, dan merespon dengan lingkungan pembelajaran. Sedangkan Skehan (dalam Brown, 2007: 114) mendefenisikan gaya pembelajaran sebagai sebuah kecenderungan umum, sukarela atau tidak untuk melakukan pemrosesan informasi dalam sebuah cara tertentu.
Gaya pembelajaran menjembatani emosi dan kognisi, misalnya gaya reflektif yang tumbuh dari pribadi yang relektif atau mood yang relektif sedangkan  gaya impulsif muncul dari sebuah keadaan emosional yang impulsif. Gaya-gaya individu ditentukan oleh cara individu tersebut menyerap apa-apa yang ada dilingkungan mereka. Setiap orang akan memperlihatkan kecenderungan umum terhadap sebuah gaya atau yang lainnya, tetapi konteks yang berbeda akan membangkitkan gaya yang berbeda pada orang yang sama. Menurut Dornyei dan Skehan (dalam Brown, 2007: 128) bahwa sebuah kecenderungan sikap mungkin saja berurat akar, tetapi tetap menyiratkan adanya  semacam kapasitas luwes dan ruang untuk mengadaptasi gaya-gaya tertentu guna menghadapi tantangan situasi-situasi tertentu.
Menurut Brown bahwa gaya pembelajaran sangat banyak telah dikenali oleh para pendidik dan psikolog, sejak penelitian awal oleh Ausubel dan Hill tentang pembelajaran umum untuk semua subjek hingga penelitian yang lebih baru khusus tentang pemerolehan bahasa kedua. Erhman dan Leaver (dalam Brown, 2007: 129 ) meneliti sembilan gaya untuk pemerolehan bahasa kedua. Pertama, depedensi-independensi bidang. Kedua, acak (nonlinear) vs berurutan (linear). Ketiga, umum vs khusus. Keempat, induktif vs deduktif. Kelima,  sintesis vs analitis. Keenam, analog vs digital. Ketujuh, konkret vs abstrak. Kedelapan, penyetaraan vs penajaman. Kesembilan, impulsif vs reflektif. Para peneliti lainnya faktor-faktor lain penentu keberhasilan pemerolehan bahasa yang relevansi dengan pengajaran bahasa yaitu gaya otak kiri dan kanan, toleransi ambiguitas, dan gaya visual/audiotoris/kinestetis.  Gaya-gaya tersebut relevansi dengan terhadap pengajaran bahasa dengan bahan pertimbangan sebagai berikut.
a. Independensi Bidang
Gaya independensi bidang merupakan kemampuan seseorang melihat item atau faktor tertentu yang sesuai dengan sebuah bidang yang tersusun atas item-item yang mengacaukan. Sebaliknya, dependensi bidang merupakan kecenderungan untuk tergantung pada bidang total sehingga bagian-bagian yang melekat dalam bidang itu tidak mudah dikenali.
Gaya bebas bidang atau field independent (FI) dapat membuat seseorang mampu membedakan bagian-bagian dari suatu keseluruhan, berkosentrasi pada suatu (misal membaca di halte bus) atau menganalisis variabel-variabel yang terpisah  tanpa dicemari dengan variabel-variabel di sekitarnya. Segi negeatif FI yaitu mengakibatkan padangan sempit kognitif. Berbeda dengan gaya ketergantungan bidang atau field dependent (FD) memiliki efek peositif yaitu seseorang dapat melihat keseluruhan, pemandangan yang luas,  konfigurasi umum dari sebuah problem, ide, atau peristiwa. Maka, jelas bahwa FI maupun FD diperlukan untuk  masalah  kognitif dan afektif yang kita hadapi.
FI meningkat saat anak memasuki masa dewasa merupakan sifat yang relatif stabill saat anak memasuki masa dewasa. Secara efektif orang FI lebih condong lebih independen, kompetetif, dan percaya diri. Sedangkan orang-orang FD condong lebih bersosialisasi, menyatukan diri dengan orang-orang sekitar mereka dan biasanya lebih berempati dan memahami perasaan dan pemikiran orang lain.  Dua hipotesis berkenaan dengan FI dan FD sebagai berikut. Hipotesis pertama, FI terkait erat dengan pembelajaran kelas yang melibatkan analisis, perhatian kepada rincian, dan kemampuan mengikuti latihan, dril, aktivitas terfokus lain. Hipotesis kedua, FD terkait dengan asoasinya berkaitan dengan empati, jangkauan sosial,  dan kemampuan memahami pemikiran orang lain—akan menghasilkan pembelajaran sukses dalam aspek komunikatif bahasa kedua.
Sedangkan menurut Brown bahwa kedua gaya jelas penting. Dua hipotesis yang dijelaskan di atas berkaitan dengan dua jenis pengajaran yang berbeda. Jenis pertama menegaskan bahwa komunikasi tatap muka alami, suatu jenis komunikasi yang sangat jarang berlangsung di kebanyakan kelas bahasa. Jenis kedua melibatkan aktivitas kelas yang lazim: drill, latihan, tes dan seterusnya. Jadi, gaya FI merupakan jenis gaya pembelajaran di ruang kelas ditingkatkan dan gaya FD merupakan jenis gaya pembelajaran alami di lapangan.
FID menjadi alat untuk membedakan pemerolehan bahasa anak-anak dan orang dewasa. Anak-anak yang didominasi FD memiliki keunggulan gaya kognitif atas orang dewasa yang lebih FI. Stephen dan Krashen menyatakan bahwa oorang dewasa menggunakan strategi-strategi pemantauan atau pembelajaran untuk pemerolehan bahasa. Sedangkan anak-anak memanfaatkan strategi pemerolehan.
b. Dominasi Otak Kiri-Kanan
Otak kiri diasosiasikan  dengan pikiran  logis analistis, dengan informasi matematis dan pemrosesam linear sedangkan otak kanan menangkap dan mengingat citra visual rabaan dan audiotoris, lebih efisien  dalam pemrosesan informasi holistik, integratif dan emosional. Torrance (dalam Brown, 2007: 119) mengelompokkan karakteristik dominasi otak kiri dan kanan.
Tabel Karakteristik Otak Kiri dan Kanan
No
Dominasi Otak Kiri
Dominasi Otak Kanan
1
Intelektual
Intuitif
2
Ingat nama
Ingat wajah
3
Merespon instruksi verbal dan penjelasan
Merespon instruksi yang diperagakan, digambarkan, atau simbolis
4
Mencoba secara sistematis dan dengan kontrol
Mencoba secara acak dan tidak terlalu menahan diri
5
Membuat penilaian objektif
Membuat penilaian subjektif
6
Terencana dan terstruktur
Mengalir dan spontan
7
Menukai informasi tertentu yang pasti
Menyukai informasi tak pasti dan sulit dipahami
8
Pembaca analistis
Pembaca yang membuat sintesis
9
Mengandalkan bahasa dan dalam berpikir dan mengingat
Mengandalkan citra saat berpikir dan mengingat
10
Menyukai bicara dan menulis
Menyukai gambar dan objek bergerak
11
Menyukai tes pilihan ganda
Menyukai pertanyaan terbuka
12
Mengontrol perasaan
Lebih bebas dengan perasaan
13
Tak pintar menafsirkan bahasa tubuh
Pintar menafsirkan bahasa tubuh
14
Jarang menggunakan metafora
Sering menggunakan metafora
15
Condong pada pemecahan masalah secara logis
Condong pada pemecahan masalah intuitif
Corpus collusum merupakan pita urat syarat yang menghubungkan kedua belahan, pesan-pesan yang dikirim dan diterima kembali sehingga keduanya terlibat dalam banyak aktivitas neurologis otak manusia. Kebanyakan pemecahan masalah melibatkan kapasitas kedua belahan otak, dan sering solusi terbaik untuk sebuah masalah adalah solusi yang tiap belahan  berpartosipasi secara optimal. Gagasan otak kiri atau kanan membantu merumuskan rentetan  gaya pembelajaran lain yang berguna. Danesi menggunakan “bimodalitas neurologis” untuk menhanalisis bagaimana berbagai metode pengajaran bahasa gagal yakni karena condong kepada proses otak kiri, nerode-metode lama di kelas bahasa tak cukup merangsang proses otak kanan.
Harnett mendukung hipotesis bahwa para pembelajar bahasa kedua yang dominan otak kiri menyukai gaya deduktif, sementara yang dominan otak kanan terlihat yang lebih berhasil  dalam lingkungan  kelas yang induktif. Sedangkan Stevick menyimpulkan bahwa  pembelajaran bahasa kedua yang dominan otal kiri lebih baik saat memproduksi kata-kata terpisah, mengumpulkan hal-hal  spesifik dari bahasa, menjalankan urutan pengerjaan, dan berurusan dengan abstraksi, klasifikasi, pelabelandan penyusunan ulang. Pembelajar yang dominan otak kanan, terlihat lebih baik saat menghadapi citra keseluruhan, generalisasi, metafora, reaksi emosional, dan ekspresi artistik.
c. Toleransi Ambiguitas
            Toleransi ambiguitas sanggup mempertimbangkan bahkan menyerap dalil-dalil yang berlawanan, dalam dalil intoleransi ambiguitas tersebut, dapat melihat semua dalil bisa dimasukkan ke dalam organisasi kognitif mereka ingin melihat semua dalil bisa dimasukkan ke dalam organisasi kognitif, jika tidak dalil ini akan ditolak. Dalam pembelajaran bahasa kedua, banyak informasi yang dijumpai tampaknya yang berlawanan: kata-kata yang berbeda dengan  bahasa yang asli, aturan-aturan yang tak hanya berbeda tetapi juga inkonsisten karena perkecualian tertentu dan kadang sistem budaya yang berbeda jauh dari sistem budaya asli. Pembelajaran bahasa yang berhasil mewajibkan toleransi ambiguitas.
d. Reflektivitas dan Impulsivitas
Gaya impulsif merupakan gaya pembelajaran dimana seseorang cenderung membuat tebakan cepat atau untung-untungan dalam menjawab pertanyaan. Sedangkan gaya refleksitif merupakan gaya dimana seseorang membuat keputusan yang lebih lambat dan penuh perhitungan. David Ewig (1977) meurujuk dua gaya yang terkait erat dengan dimensi reflektivitas/impulsivitas yaitu gaya sistematis dan intuitif. Gaya intuitif menyiratkan pendekatan pertaruhan dengan basis firasat. Pemikir sistematis cenderung menimbang semua segi dalam suatu masalah, menghindari semua jebakan, dan setelah refleksi panjang baru mengajukan solusi. Implikasi dalam pemerolehan bahasa, anak yang reflektif cenderung membuat kesalahan lebih sedikit dalam membaca ketimbang anak yang impulsif. Namun, orang impulsif biasanya pembaca yang lebih cepat dan dapat menguasai “permainan menebak psikolinguistik” pada tindakan membacanya sehingga gaya impulsif mereka mungkin tidak dengan sendirinya menghalangi pemahaman.
Penalaran induktif didapati lebih efektif pada orang reflektif, yang menyarankan bahwa orang yang secara umum reflektif bisa memetik manfaat lebih dari situasi pembelajaran induktif. Peneliti pembelajaran tentang murid dewasa ESL, Abraham (1981) menyimpulkan bahwa refleksi terkait sedikit saja performa pada tugas pengoreksian kesalahan. Jemieson (1992) melaporkan studi lain tentang pembelajar dewasa ESL bahwa pembelajar “cepat-akurat” atau penebak jitu adalah pembelajar bahasa yang lebih baik seperti di ukur dengan TOEFL standar, tetapi mewanti-wanti agar tidak menganggap bahwa impulsivitas selalu mengimplikasi akurasi. Beberapa subjeknya terbukti cepat dan tidak akurat.
R/I memiliki beberapa usulan penting bagi pembelajaran dan pengajaran bahasa kedua di kelas. Guru condong menghakimi kesalahan terlalu keras, terutama dalam kasus pembelajar impulsif yang mungkin lebih suka menebak-nebak jawaban ketimbang seorang reflektif. Sebaliknya, seorang reflektif membutuhkan kesabaran dari guru, yang harus memberikan waktu lebih banyak bagi murid untuk bergulat dengan respons. Dapat dikatakan bahwa orang dengan gaya impulsif bertransisi lebih cepat pada tahapan semigramatikal SLA, sementara orang-orang reflektif condong lebih lama pada sebuah tahapan tertentu dengan lompatan “lebih besar’ dari tahap satu ke berikutnya.
e. Gaya Visual, Auditoris, dan Kinestetis
Gaya visual merupakan gaya dimana pembelajar visual condong menyukai tabel, gambar, dan informasi grafis. Pembelajar auditoris lebih senang mendengar ajaran dan audiotape. Sedangkan pembelajar kinestetis lebih menyukai pada demonstrasi dan aktivitas fisik yang melibatkan pergerakan tubuh. Pembelajar yang paling berhasil adalah mereka yang memanfaatkan masukan visual maupun auditoris.
Dalam studi tentang pembelajar dewasa ESL, Joy Reid (1987) menentukan beberapa perbedaan umum yang penting dalam gaya visual dan auditoris. Hasilnya adalah murid Korea jauh lebih visual ketimbang orang Amerika yang berbahasa Inggris, murid Jepang paling kurang auditoris ketimbang murid China dan Arab. Beberapa kecondongan subjeknya dipengaruhi oleh faktor gender, lama tinggal di Amerika, bidang studi akademis, dan tingkat pendidikan.
Temuan penelitian tentang gaya pembelajaran menggarisbawahi pentingnya mengenali berbagai kecondongan pembelajar. Gaya pembelajaran tersebut merupakan cerminan latar belakang budaya seseorang. Oleh karena itu, guru wajib peka pada bahasa dan budaya warisan para murid dalam setiap kegiatan kelas. Guru juga harus membantu murid agar bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran bahasa mereka untuk menjadi pembelajar yang otonom dan kemudian menjadi paham akan gaya, kecondongan, kekuatan, dan kelemahan, dan dapat mengambil langkah yang tepat untuk menjawab tantangan pembelajaran bahasa kedua mereka.
2. Strategi
Jika gaya adalah karakteristik umum yang membedakan seseorang dari yang lainnya, strategi adalah serangan spesifik yang kita tujukan pada masalah tertentu dan sangat bervariasi dalam diri setiap individu. Strategi adalah teknik momen per momen yang kita pakai untuk memecahkan masalah yang dihadirkan oleh masukan dan keluaran bahasa kedua. Chamot (2005, h. 112) medefinisikan strategi sebagai prosedur-prosedur yang memudahkan sebuah tugas pembelajaran dan strategi seringkali bersifat sadar dan digerakkan oleh tujuan. Dalam pemerolehan bahasa kedua, terdapat dua jenis strategi yaitu strategi pembelajaran dan strategi komunikasi. Strategi pembelajaran terkait dengan masukan – dengan pemrosesan, penyimpanan, dan penerimaan yaitu memasukkan pesan dari orang lain. Sedangkan strategi komunikasi berhubungan dengan keluaran yaitu bagaimana kita secara produktif mengungkapkan makna, dan bagaimana kita menyampaikan pesan kepada yang lain.Untuk menjabarkan pembelajar bahasa yang baik dalam hal karakteristik, gaya dan strategi pribadi, Rubin (Rubin & Thompson, 1982) merangkumkan empat belas kategori yaitu :
1.    Menemukan cara mereka sendiri, bertanggung jawab atas pembelajaran mereka.
2.    Menata informasi tentang bahasa.
3.    Kreatif, mengembangkan sebuah “rasa” bahasa dengan bereksperimen melalui tata bahasa dan kata-katanya.
4.    Menciptakan kesempatan bagi diri sendiri untuk berlatih menggunakan bahasa di dalam dan luar kelas.
5.    Belajar hidup dengan ketidakpastian dengan tidak menjadi gugup dan terus melanjutkan bicara atau mendengar tanpa memahami setiap kata.
6.    Menggunakan mnemonik dan strategi memori lain untuk mengingat apa yang sudah dipelajari.
7.    Menjadikan kesalahan sebagai hal yang bermanfaat dan bukan penghambat.
8.    Menggunakan pengetahuan linguistik, termasuk pengetahuan tentang bahasa pertama saat mempelajari bahasa kedua.
9.    Menggunakan petunjuk-petunjuk kontekstual untuk membantu mereka dalam pemahaman.
10. Belajar membuat tebakan cerdas.
11. Mempelajari potongan-potongan bahasa sebagai keseluruhan dan berlatih rutin demi mencapai performa yang “melebihi kompetensi mereka”.
12. Belajar kiat-kiat tertentu yang membantu menjaga percakapan berlanjut.
13. Belajar strategi produksi tertentu untuk menutup kesenjangan dalam kompetensi mereka sendiri.
14. Belajar gaya-gaya bicara dan menulis yang berbeda dan belajar menvariasikan bahasa sesuai formalitas situasi.
Penelitian semacam ini menggiring peneliti yang lain untuk menawarkan saran kepada calon murid bahasa asing mengenai bagaimana menjadi pembelajar yang lebih baik.
Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran dalam buku sumber dibagi menjadi tiga kategori utama. Kategori yang pertama adalah strategi metakognitif yaitu strategi yang melibatkan perencanaan belajar, pemikiran tentang proses pembelajaran yang sedang berlangsung, pemantauan produksi dan pemahaman seseorang, dan evaluasi pembelajaran setelah sebuah aktivitas selesai.  Strategi kognitif lebih terbatas pada tugas-tugas pembelajaran spesifik dan melibatkan pemanfaatan yang lebih langsung terhadap materi pembelajaran itu sendiri. Sedangkan strategi sosioafektif berkenaan dengan aktivitas mediasi sosial dan interaksi dengan yang lain. Ketiga strategi tersebut tercantum pada Tabel di bawah ini.
Tabel Strategi Pembelajaran
Strategi Pembelajaran
Deskripsi
Strategi Metakognitif
Perencanaan awal
Membuat tinjauan pendahuluan umum tetapi komprehensif mengenai pengorganisasian konsep atau prinsip dalam aktivitas pembelajaran yang akan datang.
Perhatian fokus
Memutuskan di awal untuk kemudian secara umum pada sebuah tugas pembelajaran dan mengabaikan pengganggu yang tidak relevan.
Perhatian selektif
Memutuskan di awal untuk memberi perhatian pada aspek tertentu masukan bahasa atau rincian situasional yang akan memberi petunjuk dalam pengingat input.
Manajemen diri
Memahami kondisi-kondisi yang membantu seseorang belajar dan megatur kehadiran kondisi tersebut.
Perencanaan fungsional
Merencanakan dan melatih komponen linguistik yang dibutuhkan untuk menjalankan tugas bahasa mendatang.
Pemantauan diri
Mengoreksi ucapan sendiri demi mendapatkan akurasi dalam pengucapan, tata bahasa, kosakata, atau demi ketetapan berkenaan dengan keadaan atau orang yang hadir.
Produksi tertunda
Secara sadar memutuskan menunda berbicara dengan pertama-tama belajar melalui pemahaman dengan cara mendengar.
Evaluasi diri
Memeriksa sendiri hasil pembelajaran bahasa dengan takaran internal atas kelengkapan dan akurasi.
Strategi kognitif
Repetisi
Menirukan sebuah model bahasa, termasuk praktek nyata.
Melacak ulang
Menggunakan materi referensi bahasa sasaran.
Penerjemahan
Menggunakan bahasa pertama sebagai basis untuk memahami atau memproduksi bahasa kedua.
Mengelompokkan
Menata atau menggolongkan ulang dan melabeli materi yang dipelajari berdasarkan atribut umum.
Mencatat
Menuliskan gagasan utama, poin-poin penting, garis besar, atau rangkuman informasi yang disajikan secara lisan maupun tertulis.
Deduksi
Secara sadar menerapkan aturan-aturan untuk menghasilkan atau memahami bahasa kedua.
Rekombinasi
Menyusun, dalam versi baru, sebuah kalimat bermakna atau rangkaian bahasa yang lebih besar dengan mengombinasikan unsur-unsur yang diketahui.
Pencitraan
Menghubungkan informasi baru dengan konsep visual di memori melalui visualisasi, frase, atau lokasi yang akrab dan mudah diingat.
Representasi auditoris
Pengingatan bunyi atau bunyi serupa pada kata, frase atau susunan yang lebih panjang.
Kata kunci
Mengingat sebuah kata baru dalam bahasa kedua dengan (1) mengidentifikasikan kata yang akrab dalam bahasa pertama yang bunyinya mirip atau mengingatkan pada kata baru dan (2) memunculkan citra yang mudah diingat tentang hubungan antara kata baru dan kata yang familiar.
Strategi Kognitif
Kontekstualisasi
Menempatkan kata atau frase dalam susunan bahasa yang mempunyai makna.
Elaborasi
Menghubungkan informasi baru dengan konsep-konsep lain di memori.
Transfer
Menggunakan linguistik atau pengetahuan konseptual yang diperoleh sebelumnya untuk memudahkan sebuah tugas baru pembelajaran bahasa.
Melakukan interferensi
Menggunakan informasi yang tersedia untuk menebak arti item-item baru, memperkirakan hasil atau mengisi informasi yang hilang.
Strategi Sosioafektif
Kooperasi
Bekerja dengan satu atau lebih rekan untuk mendapatkan umpan balik, mengumpulkan informasi, atau merancang aktivitas bahasa.
Pertanyaan untuk klarifikasi
Meminta seorang guru atau penutur asli untuk mengulang ujaran, menyusun ulang kalimat, menjelaskan dan memberi contoh.
Sudah banyak studi mengenai efektivitas penggunaan berbagai strategi oleh pembelajar dalam upaya meraih kompetensi bahasa. Salah satu cara untuk mengukur keberhasilan ini adalah dengan mempertimbangkan empat keterampilan yaitu mendengar, berbicara, membaca, dan menulis. Strategi pembelajaran melibatkan keterampilan mencerna apa yang didengar dan apa yang dibaca. O’Malley, Chamot, dan Kupper (1989) mendapati bahwa pembelajar bahasa kedua mengembangkan keterampilan mendengar yang efektif dengan menggunakan pemantauan, elaborasi, dan interferensi. Strategi-strategi seperti perhatian selektif pada kata-kata kunci dan perencanaan awal penyimpulan sesuai konteks, prediksi, penggunaan lembar penugasan dan pembuatan catatan sudah berhasil diajarkan. Strategi membaca seperti pemrosesan dari atas ke bawah, memprediksi, menebak dari konteks, tukar pikiran, dan perangkuman telah diajarkan secara efektif dalam studi-studi lain.
Gender juga terlibat sebagai variabel penting dalam penggunaan strategi, baik strategi pembelajaran maupun komunikasi. Studi Bacon(1992) memperlihatkan bahwa laki-laki dan perempuan menggunakan strategi mendengar secara berbeda. Maubach dan Morgan (2001) melaporkan bahwa di antara pembelajar usia SMA bahasa Perancis dan Jerman, pembelajar laki-laki melibatkan strategi berbicara yang lebih beresiko dan spontan sementara perempuan menggunakan strategi perencanaan dalam tugas tertulis secara lebih efektif.
Dalam sekitar satu dasawarsa terakhir pengajaran bahasa, terdapat bukti mengenai manfaat menyertakan strategi-strategi pembelajar ke dalam proses pemerolehan mereka. Dua bentuk utama penggunaan strategi yaitu pelatihan di kelas atau pelatihan dengan buku teks, sekarang disebut dengan instruksi berbasis strategi atau strategies-based instruction (SBI) dan pelatihan otonom mandiri. Keduanya sudah terlihat efektif untuk berbagai pembelajar dalam berbagai konteks.
Kesimpulan umum dari begitu banyak studi mutakhir di banyak negara menyatakan bahwa SBI dan pembelajaran otonom adalah jalur yang bisa ditempuh untuk keberhasilan pembelajaran bahasa antara lain di China, Korea, Mesir, Kuwait, Italia, dan Singapura.
Strategi Komunikasi
Sementara strategi pembelajaran berurusan dengan wilayah pemahaman apa yang diterima, memori, penyimpanan, dan pengingatan, strategi komunikasi melekat pada pemakaian mekanisme verbal dan nonverbal untuk berkomunikasi untuk informasi produktif. Di arena interaksi linguistic, kadang sulit, tentu, membedakan kedua strategi ini, sebagaimana ditulis dengan sangat baik oleh Tarone (1983), karena pemahaman dan produksi bisa terjadi hamper bersamaan. Namun demikian, selama seseorang bisa menghargai kepelikannya, dikotomi semacam itu tetap merupakan pembeda yang berguna Dallam memahami sifat strategi, terutama untuk tujuan pedagogis.
Faerch dan Kasper (1983a, h. 36) mendefinisikan strategi komunikasi sebgai “rencana-rencana yang sepertinya sadar untuk memecahkan apa yang menjadi masalah dalam peraihan sebuah tujuan komunikastif tertentu”. Pendekatan yang lebih baru tampaknya memandang strategi komunikasi secara lebih positif sebagai unsur dari seluruh kompetensi strategis. Ia dibawa oleh pembelajar untuk memunculkan segala kemungkinan yang bisa mengembangkan kompetensi mereka untuk mengirimkan pesan yang jelas dalam bahasa kedua. Lebih lanjut, strategi-strategi semacam itu mungkin “kelihatan disadari” atau mungkin tidak; dukungan untuk kesimpulan semacam ini datang dari pengamatan-pengamatan terhadap strategi pemerolehan bahasa pertama yang mirip dengan strategi yang digunakan oleh orang dewasa dalam pembelajaran bahasa kedua (Bongaerts & Poulisse, 1989).
Barang kali cara terbaik untuk memahami apa yang dimaksud dengan strategi komunikatif adalah dengan melihat daftar umum tentang strategi-strategi semacam itu. Tabel 1.1 menawarkan sebuah pengelompokan yang mencerminkan kategori-kategori yang diterima yang diterima selama beberapa decade penelitian (diadaptasi dari Dὃrnyei, 1995, h. 58).
Klasifikasi Dὃrnyei adalah basis praktis yang tepat untuk penjelasan-penjelasan lebih lanjut tentang strategi komunikasi. Kita akan memerinci beberapa strategi.
Strategi Penghindaran (Avoidance Strategies)
Penghidaran adalah sebuah strategi komunikasi lazim yang bisa dipecah ke dalam beberapa subkategori. Jenis yang paling umum dari strategi penghindaran adalah penghindaran sintaksis atau leksikal di dalam kategori semantic. Pertimbangkan percakapan berikut antara seornag pembelajar dan penutur asli.
            Pembelajar    : I lost my road
            Penutur asli  : you lost your road?
            Pembelajar    : Uh, …I lost. I lost. I got lost
Si pembelajar menghindari item leksikal road sepenuhnya, karena tak bisa memikirkan kata way  pada saat itu. Penghindaran fonologi juga lazim, seperti kasus seorang berkebangsaan Jepang yang kinghindari penggunaan kata rally (karena kesulitana fonologisnya) dan memilih mengatakan “hit the ball”.
            Jenis penghindaran yang lebih langsung adalah penghindaran topik, di mana seluruh topik percakapan (katakanlah, pembicaraan tentang kejadian kemarin jika bentuk lampau tidak familiar) mungkin dihindari sepenuhnya. Para pembelajar berhasil memikirkan cara-cara kreatif untuk menghindari topik: mengganti subjek, berpura-pura tak mengerti (cara klasik menghindar dari jawaban pertanyaan), tak menjawab sama sekali, atau terlihat menghentikan pesan ketika sebuah pemikiran menjadi terlalu sulit untuk diungkapkan.
Tabel 1.1. Strategi Komunkasi
Strategi Penghindaran
1.    Penghentian pesan: Membiarkan sebuah pesan tak selesai karena kesulitan bahasa
2.    Penghidaran topik: Menghindari bidang atau konsep topik yang mendatangkan kesulitan bahasa
Strategi Kompensatoris
3.    Penyampaian tak langsung (circumlocution): Menggambarkan atau mencontohkan tindakan objek yang dimaksud (misalnya, menyebut benda pembuka botol untuk kotrek)
4.    Aproksimasi: Menggunakan istilah alternative yang mengungkapkan makna item leksikal sasaran sedekat mungkin (misalnya, kapal untuk perahu layar)
5.    Menggunakan kata-kata serba guna: Menerapkan item leksikal kosong yang umum untuk konteks yang kekurangan kata spesifik (misalnya, penggunaan berlebihan dari thing, stuff, what-do-you-call-it, thingie)
6.    Pembentukan kata baru: menciptakan kata B2 yang tak ada berdasarkan apa yang dianggap aturan (misalnya, vegetarianist untuk vegetarian)
7.    Pola-pola standar: menggunakan frase cadangan yang teringat, biasanya untuk tujuan “bertahan hidup” (misalnya, where is the … atau comment allez vous? Dimana komponen-komponen mprfologisnya tidak doketahui si pembelajar)
8.    Sinyal nonlinguistic: gerak tubuh, gesture, ekspresi wajah, atau peniruan bunyi
9.    Penerjamah harfiah: secara harfiah menerjemahkan sebuah item, idio, kata campuran, atau struktur leksikal dari B1 ke B2
10. Peng-asing-an: menggunakan sebuah kata B1 dengan pengucapan B1 atau kata B3 dengan pengucapan B3 ketika berbicara dalam B2
11. Alih kode: menggunakan sebuah kata B1 dengan pengucapan B1 atau sebuah kata B3 dengan pengucapan B3 ketika berbicara dalam B2
12. Meminta tolong: meminta bantuan dari lawan bicara baik langsung (misalnya, kau sebut apa…?) atau tak langsung (misalnya, menaikkan intonasi, kontak mata, ekspresi bingung)
13. Strategi mengulur atau memperoleh waktu: menggunakan filler atau peranti keraguan untuk mengisi jeda dan beroleh waktu untuk berpikir (misalnya, hmm…begini, sekarang mari kita lihat, eee…, sebenarnya)
Sumber: diadaptasi dari Dὃrnyei, 1995, h. 58
Strategi Kompensatoris
Satu lagi rangkaian peranti komunikasi yang melibatkan kompensasi untuk absennya pengetahuan. Para pembelajar tingkat awal, misalnya, biasanya mengiungat beberapa frase atau kalimat tertentu tanpa menanamkan pengetahuan dari komponen-komponen frase itu. Potongan-potongan bahasa yang diingat ini, dikenal sebagai pola tingkat pakai, sering ditemui di buku saku frase bilingual, yang mendaftar ratusan kalimat untuk berbagai keadaan: “berapa harganya?” dimana toiletnya?” “”saya tak berbicara bahasa Inggris”. Frasa semacam itu diingat melalui hafalan untuk dipakai sesuai dengan konteks mereka.
            Alih Kode adalah penggunaan bahasa pertama atau ketiga di dalam aliran wicara bahasa kedua. Seringkali alih-kode secara bawah sadar berlangsung antara dua pembelajar mahir dnegan bahasa pertama yang sama, tetapi, dalam kasus semacam ini, ia biasanya bukan sebagai strategi kompensatoris. Pembelajar di tahap awal pemerolehan mungkin melakukan ahli-kode-menggunakan bahasa asli mereka untuk mengisi absennya pengetahuan-terlepas apakah si pendengar paham bahasa asli itu atau tidak.  Kadang si pembelajar menyelipkan satu dua kata, dmnegan harapan si pendengar akan menangkap inti dari apa yang sedang dikomunukasikan. Mengejutkan bahwa konteks komunikasi disertai dengan beberapa ekspresi nonverbal universal kadang memungkinkan pembelajar mengkomunikasikan sebuah ide dalam bahasa mereka sendiri kepada seseorang yang tak akrab dengan bahasa itu. Keajaiban komunikasi semacam itu adalah bukti hebat keuniversalan pengalaman manusia dan pengobat bagi mereka yang merasa putus asa luar biasa saat berkomunikasi dalam bahasa asing.
            Strategi kompensatoris yang lain adalah permintaan tolong langsung, sering diistilahkan mengandalkan otoritas (appeal to authority). Pembelajar bisa, jika macet pada kata atau frase tertentu, langsung minta tolong kepada pembicara mahir atau guru untuk mengungkapkan yang dimaksud (“how do you say ……?”) atau mereka mungkin melontarkan sebuah penebakan dan kemudian meminta verifikasi dari pembicara mahir akan ketepatan upaya tersebut. Yang juga berada di dalam kategori ini adalah contoh-contoh di mana pembelajar melongok kamus bilingual untuk pertolongan.
            Daftar strategi komunikasi yang berguna tak terbatas pada 13 yang tercantum di tabel 1.1. cohen dan Aphek (1981) mendapati bahwa pembelajar yang berhasil dalam studi mereka memakai asosiasi kata dan membuat aturan mereka sendiri. Chesterfield (1985) melaporkan contoh-contoh bicara sendiri ketika pembelajar berlatih bahasa kedia mereka. Rost dan Ross (1991) menemukan bahwa pembelajar memetik manfaat dari meminta pengulangan dan mencari berbagai bentuk klarifikasi.
INSTRUKSI BERBASIS STRATEGI
            Sebagian besar kerja peneliti dan guru atas penerapan strategi pembelajaran maupun komunikasi di ruang kelas telah dikenal secara umum sebagai instruksi berbasis strategi atau strategies-based instruction (SBI) (McDonough, 1999; Cohen, 1988), atau sebagai pelatiahan strategi pembelajar. Cohen suka menyebut SBBI styles and strategies-based instruction- untuk menekankan kaitan produktif antara gaya dan strategi. Pada saat kita berupaya menjadikan kelas bahasa sebuah milieu efektif untuk pembelajaran, makin tampak jelas bahwa “mengajari pembelajar bagaimana caranya belajar” merupakan urusan yang sangat krusial. Chamot (2005, h. 123) selanjutnya menyimpulkan bahwa “instruksi eksplisit jauh lebih efektif ketimbang sekedar meminta murid menggunakan satu atau lebih strategi, cara ini juga memupuk metakognisi-kemampuan murid untuk memahami pemikiran dna proses pembelajaran mereka sendiri.
            Guru bisa memetik manfaat dengan memahami apa yang membuat pembelajar berhasil dan sebalikanya, dan membangun di kelas sebuah milieu untuk merealisasi strategi-strategi yang sukses. Guru tidak selalu bisa mengharapkan keberhasilan seketika dalam upaya untuk mengingat murid sering memiliki gagasan tertentu yang telah terbentuk mengenai apa yang “semestinya” berlangsung di ruang kelas (Bialystok, 1985). Namun, terbukti bahwa murid akan memetik manfaat dari SBI jika mereka:
1.    Memahami strategi itu sendiri
2.    Menganggapnya efektif, dan
3.    Tak menganggap pelaksanaannya terlalu sulit. (MacIntyre & Noel, 1996).
Maka dalam upaya kita untuk mengajarkan kepada murid sejumlah know-how teknis tentang bagaimana mengatasi sebuah bahasa sangat dianjurkan.
a.    Strategi langsung, terdiri dari:
(1)  Strategi memori
(a)  Menciptakan hubungan mental:
(i)             Mengelompokkan
(ii)           Mengasosiasikan/mengelaborasi
(iii)          Menempatkan kata-kata baru dalam sebuah konteks
(b)  Menggunakan gambar dan suara
(i)       Menggunakan imajinasi
(ii)     Menggunakan peta semantic
(iii)    Menggunakan kata kunci
(iv)    Merepresentasikan bunyi di dalam memori
(c)  Mengulang dengan baik
(i)            Mengulang secara terstruktur
(d)  Menggunakan tindakan
(i)            Menggunakan respon fisik atau sensasi
(ii)          Menggunakan teknik mekhanikal
(2)  Strategi kognitif
(a)  Berlatih
(i)            Mengulang
(ii)          Berlatih dengan sistem bunyi dan tulisan
(iii)         Mengenali dan menggunakan formula dan pola
(iv)         Mengkombinasikan ulang
(v)          Berlatih secara alamiah
(b)  Menerina dan mengirimkan pesan
(i)            Mencari ide secara cepat
(ii)          Menggunakan sumber daya untuk menerima dan mengirimkan pesan
(c)  Menganalisa dan berfikir
(i)            Berpikir deduktif
(ii)          Menganalisa pernyataan-pernyataan
(iii)         Menganalisa secara kontradiktif (lintas bahasa)
(iv)         Menerjemahkan
(v)          Mentranfer
(d)  Menciptakan struktur input dan output
(i)            Membuat catatan
(ii)          Membuat ringkasan
(iii)         Member tanda
(3)  Strategi kompensasi
(a)  Menebak secara cermat
(i)            Menggunakan petunjuk linguistik
(ii)          Menggunakan petunjuk lain
(b)  Mengatasi kelemahan dalam berbicara dan menulis
(i)        Pindah ke bahasa ibu
(ii)      Meminta bantuan
(iii)     Menggunakan mimic dan isyarat
(iv)     Menghindari komunikasi secara total atau parsial
(v)      Memilih topik
(vi)     menyelaraskan dan memperkirakan pesan
(vii)    menciptakan kata-kata baru
(viii)  menggunakan deskripsi atau sinonim
b.    Strategi tidak langsung, terdiri dari:
(1)  Strategi metakognitif
(a)  Merangkum dan mengaitkan materi yang sudah diketahui
(i)            Menjajaki dan menghibungkan dengan materi yang sudah diketahui
(ii)          Memberikan perhatian
(iii)          Menunda bicara untuk fokus pada kegiatan mendengarkan
(b)  Menyusun dan merencanakan kegiatan belajar
(i)            Mencari tahu tentang pembelajaran bahasa
(ii)          Mengorganisir
(iii)         Menetapkan sasaran dan tujuan
(iv) Mengidentifikasi tujuan suatu tugas berbahasa (tujuan mendengan, membaca, berbicara, atau menulis)
(v)          Merencanakan tugas berbahasa
(vi)         Mencari kesempatan untuk berlatih
(c)  Mengevaluasi kegiatan belajar
(i)            Memonitor diri sendiri
(ii)          Mengevaluasi diri sendiri
(2)  Startegi afektif
(a)  Mengatasi rasa cemas
(i)            Menggunakan relaksasi progresif, menarik nafas dalam-dalam, atau meditasi
(ii)          Menggunakan music
(iii)          Menggunakan bahasa
(b)  Memberanikan diri
(i)            Membuat pernyataan positif
(ii)          Mengambil resiko secara bijaksana
(iii)          Member penghargaan pada diri sendiri
(c)  Menggunakan temperature emosional
(i)            Mendengankan tubuh sendiri
(ii)          Menggunakan checklist
(iii)         Menulis diari tentang belajar bahasa
(iv)         Mendiskusikan perasaan dengan orang lain
(3)  Strategi sosial
(a)  Mengajukan pertanyaan
(i)            Bertanya untuk klarifikasi atau verifikasi
(ii)          Meminta koreksi
(b)  Bekerjasama dengan orang lain
(i)            Bekerjasama dengan teman sejawat
(ii)          Bekerjasama dengan pengguna bahasa yang sudah mahir
(c)  Berempati terhadap orang lain
(i)            Mengembangkan pemahaman budaya
(ii)          Memahami pemikiran dan perasaan orang lain


 
Bagan 1.1 Strategi komunikasi
Pelaksaan efektif SBI di kelas bahasa melibatan beberapa langkah dan pertimbangan
1.    Mengenali gaya dan strategi potensial pembelajar
2.    Menyertakan SBI ke dalam kursus dan kelas bahasa komunikatif
3.    Menyediakan asisten ekstra kelas untuk para pembelajar
Mengenali Gaya dan Strategi Pembelajar
            Beberapa pilihan tersedia untuk membantu pembelajar mengenali gaya, kecondongan, kekuatan, dan kelemahan mereka sendiri. Metode yang paling lazim adalah kuesioner pengecekan diri sendiri di mana pembelajar merespons berbagai pertanyaan, biasanya dalam skala setuju dan tidak setuju.
            Alat yang banyak dipakai oelh pembelajar untuk mengenali strategi adalah Daftar Strategi untuk Pembelajaran Bahasa atau  Strategy Inventory for Language Learning (SILL) dari Oxford (1990a), sebuah kuesioner yang sudah diujikan di banyak Negara dan diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Ada 50 item SILL, dibagi dalam enam kategori, yang masing-masing menghadirkan sebuah kemungkinan strategi. Mengenali strategi-strategi yang disukai pembelajar, dalam satu hal, merupakan langkah logis untuk membuat daftar strategi. Begitu kecondongan gaya dikenali, seorang pembelajar bisa melanjutkan langkahnya dengan strategi. Namun, pertanyaannya, betulkah pembelajar akan mengetahui bagaimana menggunakan strategi dengan hanya mengisi kuesioner seperti SILL? SILL berfungsi sebagai instrument untuk membuka berbagai kemungkinan bagi pembelajar, tetapi guru harus memikul tanggung jawab pengawasan sehingga para pembelajar terbantu dalam mengamalkan strategi tertentu dalam praktek.
            Bentuk-bentuk lain pengenalan gaya dan strategi, dan cara membawa mereka ke kesadaran pembelajar, di antaranya adalah pengungkapan diri melalui wawancara (Macaro, 2001), catatan buku harian dan jurnal (Carson & Longhini, 2002; Halbach, 2000), danlatihan pengungkapan diri (Maraco, 2000; O’Malley & Chamot, 1990).
            Beri tanda sialng di kotak untuk setiap item yang paling cocok bagi Anda. Kotak A dan E menandakan bahwa kalimat itu sangat sesuai untuk Anda. Kotak B dan D menandakan bahwa kalimat agak menggambarkan Anda. Kotak C menandakan bahwa Anda tak punya kecondongan ke salah satu arah.
                                           A  B         C         D         E
1.    Saya tak keberatan                                                               saya malu ketika orang
orang menertawakan                                                            menertawai ketika saya   
ketika saya bicara                                                                 bicara
2.    Saya suka berlatih                                                                saya hanya suka
kata dan struktur                                                                           menggunakan bahasa
baru yang belum                                                                           yang saya yakin tepat
sepenuhnya saya yakini
3.    Saya merasa sangat                                                           saya merasa tak begitu
yakin dengan kemampuan                                                      yakin dengan
saya untuk sukses                                                                      kemampuan saya untuk dalam mempelajari bahasa ini                                                              sukses dalam
                                                                                                        mempelajari bahasa ini
4.    Saya ingin belajar                                                               Saya ingin belajar bahasa
ini karena manfaatnya                                                               ini karena orang lain
secara pribadi bagi saya                                                           mengharuskannya
5.    Saya sungguh                                                                   saya lebih senang bekerja
menikmati bekerja                                                                      sendiri ketimbang dengan
dengan orang lain                                                                     orang lain
dalam kelompok
6.    Saya senang                                                                     saya suka menganalisis
“menyerap” bahasa                                                                   banyak rincian bahasa
dan menangkap                                                                         dan mengerti secara apa
“gagasan” umum                                                                       yang terucap dan tertulis
dari yang terucap dan tertulis
7.    Jika ada banyak                                                                saya sangat terganggu
sekali bahan bahasa                                                                dengan banyaknya materi
yang mesti dikuasai,                                                                 bahasa yang dihadirkan
saya mencobanya selangkah                                                 sekaligus
demi selangkah
8.    Saya tak terlampau        saya “memantau” diri
memikirkan saat bicara                                                             sendiri dengan seksama
                                                                                                      dan memikirkan betul
                                                                                                      ketika bicara
9.    Ketika membuat                                                                         ketika membuat kesalahan
kesalahan, saya                                                                         saya terganggu karena
mencoba menggunakan                                                          menggambarkan betapa
kesalahan itu untuk                                                                  buruknya performa saya
belajar sesuatu tentang bahasa
10. Saya menemukan                                                                     saya mengandalkan guru
cara-cara untuk                                                                          dan aktivitas kelas untuk
terus belajar bahasa                                                                  semua yang saya
di luar kelas                                                                                butuhkan agar berhasil


 
Bagan 1.2 daftar periksa gaya pembelajaran
Memasukkan SBI ke Kelas Bahasa
            Beberapa menifestasi SBI yang berbeda-beda bisa dijumpai di kelas-kelas bahasa di seluruh dunia. Melalui daftar periksa (checklist), dan metode-metode lain yang didiskusikan di atas, guru bisa menjadi awas akan kecondongan murid dan kemudian menawarkan nasihat ringan dan spontan mengenai strategi yang bermanfaat di dalam dan di luar kelas.
            Guru juga bisa membantu murid untuk menggunakan hasil dari kuesioner gaya seperti dalam bagan 1.2 dalam pembelajaran. Begitu murid mengisi daftar periksa, Anda bisa melibatkan mereka dalam salah satu atau semua kegiatan berikut.
1.    Mendiskusikan mengapa mereka merespon seperti itu
2.    Curhar kelompok kecil tentang perasaan yang mendasari respon mereka
3.    Tabulasi informal tentang bagaimana orang merespon setiap item
4.    Pemberian saran, dari pengalaman Anda sendiri, tentang mengapa praktek tertentu bisa berhasil atau sebaliknya
5.    Mencapai kesepakatan umum bahwa respons-respons di kategori A dan B biasanya menandakan pendekatan yang berhasil untuk pembaca bahasa.
Kuesioner kecondongan gaya dalam Bagan 1.2 sebenarnya dirancang sedemikian rupa sehingga setiap item mengetengahkan sebuah “maksim” untuk pembelajaran bahasa yang baik. Item per item, dari nomor 1-10, kuesioner tersebut berfungsi untuk mengetengahkan 10 saran berikut:
1.    Kurangi rasa sungkan
2.    Dorong pengambilan resiko
3.    Bangun kepercayaan diri
4.    Kembangkan motivasi intrinsic
5.    Terlibatlah dalam pembelajaran kooperatif
6.    Gunakan proses otak kanan
7.    Tingkatkan toleransi ambiguitas
8.    Latih intuisi
9.    Manfaatkan umpan balik kesalahan
10. Tetapkan cita-cita pribadi
Opsi lain yang digunakan oleh para guru bahasa adalah menyatukan kepahaman strategi dan latihan ke dalam pedadogi mereka dalam cara-cara yang lebih formal. Guru dapat menggunakan teknik-teknik seperti permainan komunikatif, membaca cepat, latihan kelancaran, dan analisis kesalahan, mereka bisa membantu murid, disadari atau tidak, untuk mempratekkan strategi yang berhasil. Maka, ketika murid bermain tebak-tebakan, menampilkan sketsa, atau bahakan menyanyikan lagu, guru bisa mengingatkan bahwa mereka sedang berlatih strategi mengurangi rasa sungkan. Tabel 1.2 menyediakan daftar cara-cara untuk ”membangun teknik-teknik strategis” di kelas bahasa.
Tabel 1.2. membangun teknik-teknik strategis
1.    Mengurangi rasa sungkan: adakan permainan tebak-tebakan dan permainan komunikasi; buat cerita sandiwara dan drama pendek, dll.
2.    Mendorong pengambilan resiko: puji murid karena berupaya sungguh-sungguh berlatih bahasa; gunakan latihan kefasihan di mana kesalahan tak dikoreksi pada saat itu juga.
3.    Membangun kepercayaan diri murid: beri tahu murid secara eksplisit (secara verbal dan non verbal) bahwa Anda benar-benar mempercayai mereka; perintahkan mereka membuat daftar, dari apa yang mereka tahu atau raih sejauh ini dalam kursus.
4.    Membantu murid mengembangkan motivasi intrinsik: ingatkan mereka secara eksplisit tentang berkah mempelajari bahasa Inggris; paparkan (atau perintahkan murid mencari) pekerjaan-pekerjaan yang mensyaratkan bahasa inggris.
5.    Mempromosikan pembelajaran kooperatif: arahkan murid berbagai pengetahuan mereka; kurangi kompetensi di antara murid; buat kelas Anda berpikir bahwa mereka satu regu.
6.    Mendorong murid menggunakan pemrosesan otak kanan: gunakan film cerita dan tape di kelas; perintahkan murid membaca kalimat dengan cepat; adakan latihan membaca sepintas lalu.
7.    Meningkatkan toleransi ambiguitas: dorong murid untuk bertanya kepada Anda, dan kepada sesama murid, ketika mereka tak paham sesuatu; sesekali lihatlah terjemahan dalam bahasa asli untuk memperjelas sebuah kata atau arti.
8.    Membantu murid menggunakan intuisi mereka: puji murid untuk tebakan yang tepat; jangan selalu memberikan penjelasan atas kesalahan-kesalahan saja sudah cukup.
9.    Mendorong murid mejadikan kesalahanmereka bermanfaat UNTUK mereka: rekam produksi lisan murid dan perintahkan mereka mengenali kesalahan; biarkan murid saling koreksi-jangan selalu memberikan mereka bentuk yang tepat.
10. Mendorong murid menetapkan cita-cita pribadi: secara eksplisit dorong atau arahkan murid untuk melampaui sasaran pencapaian di kelas; perintahkan mereka mendaftarkan apa yang akan mereka raih sendiri dalam pekan tertentu.
Menstimulasi Tindakan Strategi di luar Kelas
            Akhirnya, penting mencatat bahwa kepahaman gaya dan tindakan strategi tidak dibatasi oleh ruang kelas. Banyak pembelajar yang berhasil mewujudkan cita-cita kemahiran mereka dengan memotivasi diri sendiri untuk memperluas pembelajaran melampaui batasa ruang kelas. Guru bisa membantu pembelajar meraih otonomi dengan mendorong mereka memandang melampaui ruang kelas dan kursus bahasa yang mereka ikuti. Tujuan akhir melibatkan murid dalam SBI tak hanya merampung kursus bahasa. Guru bisa membantu pembelajar memahami bahwa meningkatnya kesadaran mereka terhadap gaya dan strategi akan membantu mereka dalam menggunakan bahasa “di luar sana”. Ruang kelas adalah sebuah kesempatan bagi pembelajar untuk memulai perjalanan menuju sukses, dan menyadari bahwa di luar jam-jam kelas ada belasan jam setiap minggunya yang bisa dipakai untuk berlatih penggunaan bermakna bahasa baru tersebut.
                        Kita mesti banyak belajar dalam penciptaan teknik-teknik praktik mengajar pembelajar begaimana mengenali gaya mereka dan menggunakan strategi secrara efektif dan ini masih merupakan  area yang sangat mengasyikkan dan menjanjikan dari penelitian pedadogis sekarang ini.
BAB III
KESIMPULAN
Dalam pemerolehan bahasa kedua, terdapat istilah-istilah yang dipakai seperti proses, gaya, dan strategi. Proses merupakan istilah yang paling umum dari ketiga konsep ini yaitu karakteristik semua manusia. Gaya adalah karakteristik umum kerja intelektual yang berkenaan dengan seseorang sebagai individu dan yang membedakan dari yang lain. Strategi adalah metode khusus untuk mendekati masalah atau tugas untuk meraih tujuan tertentu. Oxford & Ehrman (1998, h.8) mendefinisikan strategi pembelajaran bahasa kedua sebagai tindakan, perilaku, langkah atau tehnik spesifik yang dipakai oleh murid untuk meningkatkan pembelajaran mereka.
            Gaya pembelajaran terbagi menjadi beberapa bagian yaitu independensi bidang, dominasi otak kiri-kanan, toleransi ambiguitas,reflektivitas dan impulsivitas, serta gaya visual, auditoris, dan kinestetis. Sedangkan strategi terbagi menjadi dua yaitu strategi pembelajaran dan strategi komunikasi. Strategi pembelajaran terbagi menjadi tiga kategori utama yaitu strategi metakognitif, kognitif, dan sosiokognitif dan strategi komunikasi mencakup strategi penghindaran dan instruksi berbasis strategi. Gaya dan strategi pembelajaran bahasa kedua merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam pemerolehan bahasa kedua.